http://arpranata.blogspot.com



Coretan Ringan - Arya Pranata.............................................................................telah pindah alamat ke http://arpranata.blogspot.com .....terima kasih



Kamis, Oktober 25, 2007
Film "The Jak" akhirnya diputar juga di Blitz megaplex

Sebagai seorang The Jakmania,gue tentunya bangga jika film "The Jak" bisa diputar di sebuah bioskop besar seperti Blitzmegaplex.
Apalagi ini menjadi satu-satunya film digital pertama yang diputar dibioskop besar dalam tujuh tahun terakhir.

Film dokumenter pertama tentang penonton sepak bola negeri ini. Mengisi kekosongan tema olahraga dalam film Indonesia. Dibuat oleh sutradara yang salah satu film pendeknya menjadi film resmi Piala Dunia 2006.

Suara gemuruh itu menggetarkan siapa saja yang mendengarnya, yang suka maupun yang tidak, apalagi bagi lawan.Bagai gaung ribuan lebah, ribuan orang dengan satu jiwa menyanyikan mars. Genderang ditabuh bertalu-talu. Warna oranye mendominasi lapangan sepakbola. Beberapa kaos—berwarna oranye—lengkap dengan tulisan “Holigan Depok”, “Garis Keras”, “Gue Anak Jakarta”, “I Will Never Stop Fighting”, juga “Lu Asyik Gue Nyantai, Lu Usik Gue Bantai“. Gema perjuangan itu terus terngiang, bahkan saat film ini sudah beberapa menit lepas diputar. Ayo Persija Macan kemayoran/Tunjukkan taringmu, jatuhkan lawanmu/Kami The Jakmania selalu mendukungmu/Persija, Persija juara.

Andibachtiar Yusuf menghela nafasnya, penganut sepakbola yang juga seorang filmmaker ini akhirnya berhasil menuntaskan impiannya. Menyelesaikan sebuah film dokumenter panjang tentang suporter Persija, Jakmania. “Tiga tahun lebih lamanya saya bagai menjadi bayangan mereka, dari satu kota ke kota yang lain demi cita-cita saya…menunjukkan bahwa sepakbola juga punya jiwa di Indonesia,”

Dari Jakarta, Tangerang, Solo, Sleman, Palembang sampai Bali, Yusuf membawa kameranya mengikuti obyeknya yang menurutnya memiliki nilai eksotis sangat tinggi di mata dunia. “Jakmania sebenarnya bukan tujuan utama saya, Aremania atau Bonek adalah target awal,” kisahnya di perjumpaan dengannya saat menyiapkan pemutaran film berjudul The Jak ini. “Di saat itu juga semua sponsor yang saya datangi menyebut saya gila, mereka bilang suporter Indonesia hanya doyan tawuran,” kisahnya lagi.

Alasan biayalah yang kemudian membuat lelaki yang kini berusia 33 tahun ini akhirnya memutuskan Jakmania sebagai obyek cerita filmnya “Saat itu saya sama sekali bahwa Jakmania memiliki keunikan fanatisme yang tidak dimiliki oleh kelompok suporter lain,” Tanpa penyandang dana dan kamera pinjaman, Yusuf memulai proyek ini. Jatuh bangun sampai harus berhenti beberapa kali, kini Yusuf dan editornya Amir Pohan boleh berbesar hati atas hasil karya mereka.

The Jak adalah bagian akhir dari trilogi This Is A Good Day To Win. Bagian pertama yang berjudul Jakarta Is Mine memang sempat gagal lolos seleksi Jakarta International Film Festival tahun 2003, namun berturut-turut festival di Eropa dan Amerika Latin rajin mengundang keikut sertaan film berdurasi 14 menit tersebut. Bagian kedua yang diberi titel Hardline bisa jadi adalah bagian yang sampai hari ini memiliki pencapaian paling fenomenal. Tak kurang Festival Film Rotterdam menyebut film ini sebagai “The most beautiful supporters’ song ever recorded in video,” terpilih sebagai film resmi Piala Dunia 2006, mewakili Asia sebagai film sepakbola terpilih di Sao Paolo, diundang ke banyak festival di dunia sampai dijadikan kajian tata ruang kota di sebuah universitas di Helsinki.

Dirilis resmi di TIM 21 (Taman Ismail Marzuki) pada 15 Juni 2007 lalu film berdurasi 78 menit ini kemudian diputar selama 8 hari sesudahnya (22 Juni 2007) dengan sambutan yang sangat positif. Tak hanya bisa dinikmati oleh para pencinta dan pengamat film, dokumenter ini mampu pula menarik minat para Jakmania yang untuk pertama kalinya memenuhi pusat kebudayaan di bilangan Jakarta tersebut. “Jakarta Is Mine dan Hardline dikenal lebih dulu di Eropa, saya ingin Indonesia mengenal The Jak lebih dahulu dari mereka (dunia luar),” ujar Yusuf tentang film yang rencananya akan pula tayang di Yamagata, Seoul, Manila, Amsterdam, Berlin, London, Rotterdam dll

Di waktu yang nyaris bersamaan, karya debut sutradara muda ini juga diedarkan dalam bentuk Video CD oleh Cinekom, sebanyak dua ribu kopi. Kemudian, bersama dua film sebelumnya akan pula dirilis dalam format DVD.

Berbeda dengan dua karya terdahulunya, kali ini, Yusuf berduet dengan sang editor, Amir Pohan, sebagai sutradara. Duet ini pula yang berperan sebagai produser eksekutif, desainer produksi, dan skenario. The Jak, nama popular Jakmania, digarap dengan lebih dalam dan holistik untuk kemudian disajikan sebagai subkultur dari sebuah budaya pop. Yang saya garis bawahi adalah kupasan bahwa sepakbola adalah agama, dan budaya tanding.

Ciri agama tersaji tegas di sini. Dari lagu tema, lagu puja-puji, ritual, koor yang membuat bulu kuduk berdiri, simbol, kode etik, pernik juga merchandise, kostum, militansi, dan semangat pemersatu umat Jakarta yang terdiri dari berbagai suku, ras, agama, dan kelas sosial. Militansi agama baru ini dicerminkan oleh Irlan, Kodinator Jakmania dari distrik Cipulir, yang juga aktivis sebuah partai berasas Islam. Terpancar pula lewat adegan para pemain Persija yang disambut The Jak dengan Shalawat Badar lengkap dengan tim Marawisnya.

“Sepakbola membuat hidup mereka bermakna. Serta memberikan harapan. Daripada mabuk lebih baik ditabung buat membeli tiket menonton Persija,” ungkap Ferry Tauhid Indrasjarief, Kordinator Jakmania periode 1999-2006 “Kini mereka punya arti, dan punya target dalam hidup. Sebelumnya mereka tidak ada hiburan untuk malam minggu. Kini ada harapan, ada yang mereka tunggu: pertandingan Persija di hari Minggu, besok nonton Persija lagi dan tim ini akan menang” adalah bukti bahwa sepakbola adalah budaya tanding yang sangat tegas.

“Sepakbola adalah simbol, kebanggaan tanpa henti yang terus keluar dari jiwa gue,” ujar Irlan tentang identitasnya sebagai Jakmania “Gue ribut bukan karena sepakbola, tapi lebih karena masalah eksitensi dan sepakbola (Jakmania) adalah bentuk eksistensi,” tegas Irlan yang diamini Ferry dalam kesempatan lain.

Footages dalam film produksi Bogalakon Pictures ini cukup kaya, termasuk adegan perkelahian saat pertandingan melawan Persikota di Tangerang dan Persipura di Jakarta. Juga ketika Firman Gani sebagai Kapolda Metro Jaya saat itu turun langsung ke lapangan menjelang sebuah pertandingan melawan Persib di Liga Indonesia di 2005.

“Tidak semua perkelahian berhubungan langsung dengan sepakbola, misalnya saat Final Liga Indonesia melawan Persipuara (2005), semua disebabkan oleh aparat yang melempari kami lebih dulu, sedangkan pendukung Persipura tidak ada di lokasi kejadian, tapi berada jauh di seberang,” ungkap Ferry seusai pemutaran perdana film ini. “Nanti di DVD akan ada audio commentary tentang segala hal dibalik kejadian dalam film,” jelas Yusuf tentang minimnya keterangan di balik peristiwa yang jarang hadir dalam film. Juga tentang beberapa lokasi penting, misalnya keributan di depan Walikota Tangerang, atau audiensi dadakan dengan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso di rumah dinasnya (yang ternyata ritual tahunan setiap ulang HUT DKI). Juga beberapa adegan dengan konteks yang bisa jadi tak dikenal oleh masyarakat awam, misalnya saat rapat kordinasi organisasi.

“Yang luar biasa dari Jakmania adalah, mereka umumnya tidak memiliki apa-apa kecuali semangat. Mereka tak punya uang, tapi mereka pergi ke kota lain, dengan sangu pas-pasan, untuk memberikan dukungan kepada Persija…” ujar Sutiyoso, Gubernur DKI saat ini di sebuah bagian dalam film ini.

Film ini ditutup dengan sebuah kalimat persembahan kepada Stadiun Menteng (1928-2006) yang penuh kenangan. Gambar yang mengharukan, sebuah bangunan yang telah dibongkar dan nyaris rata dengan tanah.

Film ini bagai mengisi kekosongan dunia perfilman yang jarang sekali mengangkat tema olahraga dalam ceritanya, baik di film pendek atau panjang, narasi atau dokumenter, komersil mau pun eksperimental. Setelah 4 tahun penuh keringat, penderitaan, kesenangan dan perjalanan, lengkaplah sudah duet Andibachtiar Yusuf dan Amir Pohan melengkapi trilogi Jakmania mereka. “Ini bukan akhir, tapi hanya sekedar awal, 2008 kami akan datang lagi dengan fiksi tentang sepakbola,” tegas Yusuf yang memastikan bahwa hanya dirinyalah di republik ini yang sanggup membuat film tentang sepakbola….pede bener!

The Jak akan diputar mulai 24 Oktober 2007 dan akan menjadi film lokal digital pertama yang diputar di bioskop besar dalam 7 tahun terakhir.

(Ekky Imanjaya, kritikus film)

Ekky Imanjaya, kritikus film, penulis beberapa buku tentang film Indonesia.

Diambil dari : http://www.filmalternatif.org/?m=news.detail&id=35

Label:


Baca Selengkapnya.!
 
posted by bib2silok at Kamis, Oktober 25, 2007 | Permalink | 1 comments
Liburan ke Bali 22-25 Agustus 2007

Akhirnya jadi juga liburan ke Bali,setelah jauh-jauh hari booking tiket lewat Air Asia (maklum cari yang murah).
Berangkat tanggal 22 Agustus 2007 dan kembali tanggal 25 Agustus 2007,cuma 4 hari 3 malam.

22 Agustus 2007

Setiba di Bali langsung dijemput oleh Bapak Mangku dari Bali Ideal Tour yang kebetulan juga represntative agent K.I.A Tours yang ada di Bali,langsung menuju hotel Grand Istana Rama yang ada di Jl.Pantai Kuta.
Karena tiba di hotel masih terlalu siang,sementara kamar belum siap dan harus menunggu untuk diberihkan,akhirnya kita makan siang di Mc Donald yang ada dekat hotel.
Setelah makan siang ternyata kita harus menunggu lagi kurang lebih setengah jam baru jam 16.00 kamar baru siap untuk check in.
Hari ini tidak ada kegiatan yang dilakukan,cuma berenang,jalan-jalan ditepi pantai Kuta sambil nunggu sunset,jalan-jalan di Kuta Square sambil makan malam.


23 Agustus 2007
Hari ini kita harus pindah hotel ke Kuta Lagoon yang ada dijalan Legian.Sebelum check out menyempatkan diri untuk rental motor,kebetulan yang ada hanya Honda Vario dengan biaya Rp.70.000,- untuk sewa selama 24 jam.
Sambil menunggu waktu check out kita putuskan untuk jalan-jalan dengan motor diseputaran Kuta dan Legian sambil cari SPBU terdekat.Dan mampir sebentar ke Tugu Peringatan Bom Bali I di Jl.Legian.

Setiba di hotel Kuta Lagoon,ternyata perut udah lapar maklum udah waktunya makan siang.Akhirnya karena malas untuk cari makan keluar diputuskan untuk pesan makanan di hotel saja.
Habis makan biar sehat harus olahraga,kebetulan kamar yang kita huni type kamarnya buka pintu belakang langsung kolam renang,langsung deh nyebur...byur...
Sore hari kami berencana akan pergi ke Denpasar dengan motor,tapi sudah tengah jalan kamipun berubah pikiran ternyata jauh juga dari Kuta ke Denpasar,mana cuma pake kaos tanpa lengan diterpa angin yang dingin gak kuat juga akhirnya balik lagi ke Kuta dan makan malam di Kuta.

24 Agustus 2007
Hari ini kita berancana jalan-jalan ke Tanah Lot,Dream Land dan Uluwatu serta makan malam di Jimbaran menggunakan jasa dari Bali Ideal Tour.
Dan hari ini juga kita harus pindah hotel lagi ke Hotel Haris yang ada di Jl.Pantai Kuta,Dan kemungkinan akan check in disana setelah pulang dari jalan-jalan.
Setiba di Tanah Lot,biasa yang namanya perempuan gak boleh lihat orang jualan langsung belanja buat oleh-oleh.
Setelah dari Tanah Lot kita akan menuju Dream Land didaerah Uluwatu,tapi sebelum kesana makan siang dulu di restoran Angsa Putih.

Ternyata Dreamland emang keren pantainya membentang dengan indah dan disekelilingnya terdapat batu-bata karang yang terjal.Dan daerah sini kondisinya masih asli dan tampaknya beberapa tahun yang akan datang menjadi kawasan elite,terbukti dengan lagi dibangunnya lapangan golf bertaraf international dan beberapa resort dan hotel mewah disekitarnya.
Ada kejadian yang lucu sewaktu di Pura Uluwatu yang kebetulan banyak monyet disana.Sebelum masuk sudah diingatkan oleh petugas agar berhati-hati kacamata nanti bisa diambil monyet tapi dengan nada sombong saya berkata"ah gak mungkin diambil emang monyet matanya minus.!"
Eh...akibat kesombongan perkataan tersebut,baru melangkah masuk cuma beberapa langkah dari pintu masuk tiba-tiba ada seekor monyet terjun dari pohon langsung hinggap di atas bahu dengan secepat kilat merampas kaca mata yang lagi dipakai dan langsung kabur ke atas pohon dan dipakai pula kacamatanya....untung ada anak-anak kecil pedagang makanan buat monyet dengan sigap melempar kacang kearah monyet tersebut,dan akhirnya monyet itu melampar kembali kacamata karena lebih memilih kacang.
Satu pelajaran yang harus dipetik dari kejadian itu adalah "Kita Sebagai Manusia Tidak Boleh Sombong"
Tujuan terakhir hari adalah makan malam di Jimbaran,sambil menikmati sunset,habis dari Jimbaran kembali lagi ke Kuta untuk check in hotel di Haris Kuta.

25 Agustus 2007
Hari ini hari terakhir kita di Bali,tapi dikarenakan pesawatnya malam,jadi kita masih punya waktu.Karena hotel cuma boleh late check out sampai jam 13.00 jadi kita cuma bisa jalan-jalan seputar Kuta.
Dan malam hari kita meninggalkan Bali dan kembali menuju Jakarta.

Ucapan Terima Kasih :

Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya diberikan rezeki,kesehatan dan umur panjang hingga hari ini.

Denny Kurniawan dan Ferly Oktorita,teman kami yang bersama-sama kami ikut ke Bali


Bapak Mangku dari Bali Ideal Tour,yang telah memberikan pelayanan gratis selama di Bali

Hotel Grand Istana Rama,yang telah memberikan penginapan gratis selama di Bali

Hotel Kuta Lagoon,yang telah memberikan penginapan gratis selama di Bali

Hotel Haris Kuta,yang telah memberikan penginapan gratis selama di Bali

Air Asia,yang telah memberikan harga murah buat ke Bali

Label:


Baca Selengkapnya.!
 
posted by bib2silok at Kamis, Oktober 25, 2007 | Permalink | 0 comments